Opini: 2024 Kemana Arah Indonesia?

Opini 2024 Kemana Arah Indonesia

2024 Kemana Arah Indonesia?
Oleh: Saptono Suryantoro

Pilpres 2024 masih relatif jauh, namun gaungnya sudah memanas. Capres dan Cawapres pun mulai digadang gadang, mulai diperkenalkan ke publik, mulai turba ke daerah daerah. Sentil sana, sentil sini, ujung ujungnya bagaikan malaikat yang akan menyelamatkan masa depan Indonesia. Busser intelektualpun tak kalah berkicaunya. Sampai sampai masalah Sholat Ied Jokowipun di Jogja, sengaja di Up di goreng untuk menjadi pembenaran dalam opini publik. Serangan kepada Jokowi yang bertubi tubi, disamping sebagai upaya untuk melengserkan Jokowi sebelum abis masa periode ke dua (Plan A), juga punya tujuan terkait dengan Plan B yaitu mempengaruhi dan memecah suara  pendukung Jokowi di 2024. Plan B inilah yang luput dari analisa para ahli.

2024, jelas tahun berakhirnya periode ke 2 kepemimpinan Jokowi. Jokowi pun tegas menolak 3 periode. Pastinya pendukung Jokowi akan bercerai berai mencari figur yang menurut mereka cocok meneruskan tongkat estafet kepemimpinan dan kinerja Jokowi. Dan masing masing pendukung Jokowi memiliki persepsi sendiri siapa yang figur yang cocok pengganti Jokowi.

Bagaimana caranya ? Rasanya tidak terlalu sulit,  yaitu memasangkan Capres dan Cawapres yang nota benenya kurang ideal. Misal Ganjar dengan Sandiaga Uno, Puan dengan Prabowo, Puan dengan Eric Thohir, Prabowo dengan Ganjar,  dll. Sementara kelompok yang selama ini berseberangan dengan Pemerintah, mereka akan solid dengan memunculkan tokoh Anies Baswedan dan Agus Harimurti. Baik AB maupun AHY,   selama ini keduanya sudah berupaya meraup simpati masyarakat dengan berbagai kunjungan ke daerah. Kita bisa lihat bagaimana sepak terjang AB ketika di kampus UGM bersama Ganjar ? Bagaimana AB melalui Walikota Jakarta memerintahkan ASN wajib sholat Ied di JIS - yang merupakan uji coba strategi untuk melihat potensi ASN dalam mendukungnya, termasuk tentang pembagian kaos pada peserta mudik yang dikoordinir oleh Pimprov DKI. Bagaimana juga KPK yang selama ini enggan memproses AB, yang secara tidak tersirat menunjukkan AB tergolong " bersih ". Sementara Capres atau Cawapres lainnya yang digadang gadang masuk bursa 2024, hanya Ganjar yang dikenal masyarakat, itupun Ganjar kerapkali digembosi oleh partainya sendiri.

Berikutnya untuk memecah suara pendukung Jokowi, maka minimalnya akan ada 3 Capres dan Cawapres yang akan maju, satu diantaranya yang solid yaitu AB dan AHY. Dengan demikian putaran pertama diprediksi AB dan AHY akan menang tipis. Putaran kedua - seandainya ada - maka suara akan terpecah, dan bisa jadi kans AB dan AHY terbuka lebar. Apalagi kalau pendukung AB dan AHY memainkan politik identitas, dan ini pasti terjadi mengingat 90% penduduk Indonesia mayoritas muslim. Politik identitas yang akan dimainkan dipastikan berubah total, dan cenderung tidak mengarah ke intoleransi, tetapi lebih pada menciptakan " rasa simpati dan kebersamaan tanpa memandang sara ", khususnya pada masyarakat non muslim.  Tujuannya jelas untuk mendulang suara dari pendukung Jokowi, disamping itu mereka sangat memahami bahwa pendukung Jokowi lebih cenderung pada sosok Jokowi, pada kinerja Jokowi, bukan partai pengusungnya. Sehingga dengan strategi politik identitas yang berubah total - menciptakan rasa simpati dan kebersamaan tanpa memandang sara -,  rasa-rasanya tidak terlalu sulit untuk memecah dan  mendulang suara dari pendukung Jokowi. Walaupun jika nanti AB dan AHY menang di Pilpres 2024, tentunya tidak ada jaminan bahwa rasa simpati dan kebersamaan tersebut tetap terjaga.

Kedua, dengan strategi "menciptakan rasa simpati dan kebersamaan tanpa memandang sara", mereka akan melakukan aksi aksinya terutama di kelompok akar rumput, sehingga terbangun opini positif yang mampu menciptakan " persepsi kedamaian, ketentraman " di akar rumput. Andaikata persepsi ini tercipta, maka tidak menutup kemungkinan suara dari akar rumput mengalir pada pasangan AB dan AHY. 

Lalu bagaimana jika AB dan AHY menang?

Perlu diketahui, apapun strategi politik yang digunakan tujuannya hanya satu yakni bagaimana strategi itu mampu berjalan untuk memenangkan Capres dan Cawapres yang diusung oleh partai pengusung. Lepas dari kemenangan, maka semuanya akan berubah total. Disini nanti partai pendukung maupun ormas pendukung akan sangat berperan bahkan akan mendominasi berbagai kebijakan yang akan diambil. Politik indentitas akan kembali pada platform mereka, dan kebijakan yang diambil cenderung sesuai dengan keinginan partai pengusung minimalnya akan berkiblat pada politik identitas, dan disisi lain khususnya pengelolaan sumber sumber ekonomi juga akan mengikuti kebijakan neo kolonialisme (barat) dan tidak menutup kemungkinan kebijakan yang sudah diambil oleh Jokowi akan kembali dianulir. Dengan demikian kepentingan partai pengusung maupun ormas pengusung akan terakomodir semuanya.

Semoga hal ini tidak terjadi, mengingat fondasi toleransi dalam kehidupan dan keragaman masyarakat Indonesia saat ini cenderung rapuh dan apabila tidak mampu tertangani oleh pemimpin terpilih di 2024, maka cepat atau lambat akan merusak persatuan dan kesatuan NKRI.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama