Oleh : Rakiyah (Wailik)
Terik matahari membakar kulit menjadi hitam kecoklatan. Adzan Dhuhur berkumandang dari kejauhan, aku berhenti sejenak, melangkah menuju sebuah gubug kecil di tengah ladang, hembusan angin sepoi-sepoi terasa menyegarkan tubuh yang memerah dan basah oleh keringat, sebuah botol air aqua aku minumnya untuk mengobati dahaga yang dari tadi aku rasakan.
Setelah merasa cukup istirahat, aku bergegas ke sebuah sungai kecil di samping ladang tebu, lalu aku berdiri menghadap kiblat untuk melakukan ibadah Solat Duhur.
Setelah selesai Sholat, melanjutkan pekerjaan yang masih panjang, membersihkan rumput-rumput yang tumbuh di antara tanaman.
Langit yang cerah, tiba-tiba berubah menjadi mendung, beberapa kali terdengar petir mulai menyambar Tanpa menunggu lama hujan pun turun dari langit dengan derasnya membasahi seluruh tanaman tebu yang tumbuh.
Sejenak menghentikan pekerjaan, tertegun memandang sekeliling sepi tak ada seorang pun yang masih berada lahan, hanya suara jangkrik yang terdengar ditelinga kemudian melanjutkan pekerjaannya lagi.
Hujan kian deras, petir berderu di angkasa yang kelabu, tiada bergeming dari kegiatan ini, walau badan basah kuyup. Panas yang tadi membakar telah sirna dan berganti dingin yang menusuk tulang.
Kilat menyambar seperti di depan wajah aku, petir membahana mengikuti kilat kuning emas yang merambat dari langit ke bawah, aku mengusap dada sambil bergumam,“Subhanallah.
Aku terdiam sebentar dan memandang sekelilingnya, hanya air hujan yang terlihat, dedaunan tertunduk menahan air,
tiba-tiba hati kecilku berkata, “Kamu harus pulang, alam sedang tidak bersahabat, kamu bisa celaka disambar petir,
Kemudian memandang seluruh sudut tanaman tebu terlihat dedaunan tertunduk kedinginan.
Aku hanya menghela nafas, sejenak dan bergumam, apapun yang terjadi kami akan tetap merawat mu, Aku yakin suatu hari esok pasti pasti akan memanen mu”
Tak berapa lama kemudian, sayup-sayup terdengar suara adzan Ashar dari kejauhan di sela-sela suara gemericik air yang mulai mereda.
Aku menghentikan pekerjaan, berjalan ke tepi menyusuri pematang menuju gubug lalu melangkah pulang dengan hati bahagia, tak peduli badan basah kuyup, dingin menusuk tulang.
Demikianlah perjuanganku bertani dimasa pandemi yang tak kenal lelah, tak peduli panas dan hujan, demi tanaman tebu, yakin dengan pasti kelak akan panen, yakin suatu hari nanti akan menikmati hasil jerih payahnya hari ini.
Aku pantang menyerah menghadapi segala tantangan dan hambatan yang menghadang. Aku bulatkan tekad untuk mempersembahkan yang terbaik.
Demikian juga kita dalam mengarungi kehidupan, kita harus punya tujuan yang jelas dan pasti yang akan kita capai esok lusa, dan kita bulatkan tekad dan segala daya upaya untuk mencapainya. Jangan mimpi semuanya akan berjalan lancar tanpa rintangan.
Menanam tebu saja pasti rumput akan ikut tumbuh, semak dan lalang. Kalau semak dan lalang tidak kita bersihkan, bisa jadi impian kita akan layu dan mati.
Sebelum kita menuai sukses, tambahkan kita menghadapi penderitaan dan ujian hidup. Sebelum kita menuai sukses bersabarlah kita dalam menjalani proses?
Mari kita wujudkan impian sukses kita, walau keringat harus bercucuran…! Salam sukses luar biasa! Buat petani mitra (***)